Senin, 27 April 2009

HANYA KARENA MEREKA MENJAWAB BENAR, APAKAH ITU BERARTI MEREKA TAHU HAL TERSEBUT?

Guru : Apakah 25% dari 15 lebih besar, kurang dari atau sama dengan 15?
Siswa : Kurang dari 15
Guru : tolong dikemukakan alasannya?
Siswa : jika dikurangi, 25%-15=10 dan 10 kurang dari 15.

Demonstrasi diatas, siswa memberikan jawaban yang mungkin benar untuk alasan yang salah. Jika guru tidak memberikan pertanyaan kedua, untuk mendapatkan alasan siswa menjawab hal tersebut, maka guru tidak mengambil mengetahui secara pasti, tentang pemahaman siswa tentang konsep persen. Ini adalah salah satu contoh yang akan menjadi pokok bahasan dalam artikel ini, yang mana menekanakan pada hasil tes pilihan ganda yang dapat menujukkan kepada kita apakah kesimpulan tentang hasilnya tersebut dapat dijadikan dasar untuk menyatakan siswa mengetahui suatu konsep atau tidak.
Pemahaman siswa terhadap konsep tidak dapat dinilai hanya dari jawaban pilihan ganda saja. Pertanyaan Open-ended dan wawancara sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi pemahaman siswa atas suatu konsep matematika. Artikel ini akan mengilustrasikan pentingnya seorang guru untuk menggunakan teknik memunculkan alasan siswa dalam menentukan jawaban suatu soal.
Pada penelitian terhadap 199 siswa kelas 7 dan 8 tentang konsep persen, dengan menggunakan teknik penilaian alternative untuk mendapatkan informasi yang akurat dari suatu proses pembelajaran. Teknik assesmen yang digunakan adalah pertanyaan terbuka tentang alasan siswa memilih suatu jawaban dalam soal pilihan ganda. Secara individu, siswa di wawancarai alasan mereka untuk memilih jawaban tersebut. Informasi tersebut sangat penting dalam membantu guru dalam menuntun siswa dalam pembelajaran. Dengan teknik asesmen ini , informasi tentang pemahaman siswa dapat diperoleh secara detail dan akurat dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pemahaman siswa dalam memahami konsep matematika.
Sebagai contoh Soal yang diberikan bersumber dari National Assesmen of Educaton Progress 1986. (Dosey . 1988)
Yang manakah pernyataan dibawah ini yang benar tentang 87% dari 10?
A. Lebih besar dari 10
B. Lebih kecil dari 10
C. Sama dengan 10
D. Tidak dapat ditentukan
E. Tidak tahu.
Sekitar 45% siswa menjawab dengan jawaban benar. Pertanyaan pilihan ganda ini diikuti oleh pertanyaan terbuka tentang alasan siswa memilih jawaban tersebut. Dari total siswa yang menjawab dengan jawaban yang benar, hanya setengahnya yang memberikan penjelasan kenapa memilih jawaban tersebut. Sebagai contoh alasan yang dikemukakan siswa
100% adalah keseluruhan dari 10 dan 87% lebih kecil dari 100%
Jadi 87% bukan keseluruhan 10. Jadi lebih kecil dari 10
Jawaban siswa diatas ini membandingkan antara 87% dengan 100%, dengan fakta bahwa 100% dari 10 adalah 10. Siswa yang lain menjawab dengan menggunakan pemahaman mereka tentang 50% dan 100%,kemudian membandingkan dengan 87%, alasan tersebut dikemukakan sebagai berikut
50% dari 10 adalah 5
100% dari 10 adalah 10
87% antara 5 dan 10
Jadi jawabannya adalah kurang dari 10
Siswa yang lain focus pada fakta bahwa 87% kurang dari bilangan bulat. Satu siswa memberikan alasan “ 87% sangat jauh dari 10” siswa yang lain menggunakan alasan yang sama dengan memberikan penjelasan karena 100% dari 10 adalah 10, maka semua bilangan yang lebih kecil dari 100% pasti lebih kecil dari 10.
Beberapa siswa menghitung 0.87 x 10 untuk mendapatkan hasil kalinya yaitu 8,7 . untuk mendukung alasan bahwa 87% dari 10 kurang dari 10. Satu siswa menulis “karena 87% dari 10 adalah 8,7” untuk membenarkan jawabannya. Siswa tersebut menuliskan “ 10x 0,87 = 8,7”. Dalam memberikan alasannya, siswa mampu menjelaskan, menghitung secara procedural dan mendemonsrasikan kemampunyaan dalam mengubah persen ke decimal.
Dua siswa menjawab dengan cara mengestimasi . dalam merespon pertanyaan, siswa menjelaskan tentang 87% dari 10 kurang dari 10. Satu siswa menjawab “ saya melihat bahwa 87% dari 10 adalah sekitar 9”. Siswa yang lain menggunakan garis bilangan untuk memperkirakan 87% dari 10. Ia menjelaskan” saya pikir tentang berapa banyak 87% untuk sampai ke 10. Hampir 9 sembilan dalam skala 1 sampai 10, jadi kurang dari 10” . Melalui penjelasan yang merkan tuliskan, siswa mendemonsrasikan pemahaman konsep matematika dan kemampuan mereka dalam menuliskan alasan mereka secara matematik. Johnson (1983) mengatakan bahwa jika siswa dapat menuliskan secara benar konsep matematika, maka mereka dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka terhadap konsep tersebut.
Sekitar seperempat dari siswa tidak menuliskan alasan mereka. Ini adalah sebuah catatan khusus. Ada dua kemungkinan siswa tersebut tidak menuliskan alasan . pertama mereka tidak percaya diri terhadap jawaban mereka, sehingga merasa aman untuk tidak menuliskan alasan. Atau mereka memang tidak mengetahui jawabannya.
Secara khusus, banyak siswa yang sebelumya menuliskan jawaban mereka, akan tetapi tidak percaya diri dalam menuliskan alasan mereka. Ini kontradikis dengan standar kompetensi yang harus dikuasai dalam sekolah menengah tentang kemampuan dalam mengkomunikasikan ide matematikanya (NCTM, 1989) . siswa diharapkan untuk membeikan alasan dalam membuat keputusan dan problem soving dalam matematika dan rasa percaya diri dalam berbagi dengan siswa lain.
Hampir seperempat dari siswa yang benar dalam menjawab soal pilihan ganda memberikan penjelasan yang tidak tepat. Seorang siswa menggunakan perbandingan angka menuliskan
10 adalah bilangan bulat
87%=0,87
0,87 lebih kecil dari 10

Siswa ini mendemonstrasikan beberapa konsep yang penting. Siswa tersebut mengerti bahwa 10 adalah bilangan bulat, 87% bukan bilangan bulat . 87% dapat diubah menjadi 0,87 dan 0,87 lebih kecil dari 10. Siswa tersebut tidak mengerti tentang arah pertanyaan yang menanyakan tentang 87% dari 10. Sehingga dia membandingkan antara bilangan bulat dan bilangan decimal. Alasan ini akan menjadi benar jika persen yang dilibatkan kurang dari 100% dan bilangannya lebih besar dari 1.
Sebagian siswa menggunakan teknik menghitung dengan melibatkan hubungan dua bilangan dalam masalah. “ 8 mendakati 10, jadi saya fikir kurang dari 10”. Teknik ini mungkin menggunakan pembagian tanpa melibatkan notasi persen. Teknik ini akan salah jika menggunakan bilangan yang berbeda. Misalkan pertanyaan tentang 50% dari 5, siswa yang menggunakan teknik ini bisa saja menghitng mulai dari 5 sampai 50 sehingga jawabnnya labih besar dari 5. Ini adalah hal yang sangat penting diperhatika oleh guru yang kadang terlewatkan jika hanya melihat dair jawaban akhir siswa.
Siswa yang lain menggunakan pembagian. Mereka membagi 87 dengan 10. Salah seorang siswa menuliskan “ karean 10% dari 87 adalah 8,7” . untuk melengkapi alasannya, siswa tersebut memperlihatkan 87 dibagi 10 sama dengan 8,7. Jadi kurang dari 10. Siswa tersebut salah dalam menafsirkan notasi persen dan hanya focus pada 87 dan 10.
Satu siswa , mendeskrpsikan teknik yang umum dengan melibatkan proses pembagian, menulis” ambil sebuah bilangan, berapa banya kali dari bilangan yang kecil ke bilangan yang besar”. Siswa akan melakukan kesalahan jika pembaginya lebih besar. Satu siswa menuliska alasanya secara spesifik” kurang dari 10 karena dapat dibagi oleh bilangan tersebut”. Sama saja jika siswa tersebut menjelaskan “ semua bilangan dapat dibagi dalam 100 bagian”.
Interaksi verbal dapat menghasilkan informasi yang sangat bernilai. Ketika siswa menjawab pertanyaan tertulis”
yang mana pertanyaan dibawah ini yang benar berkaitan dengan 50% dari 20?.
A. Lebih besar dari 20
B. Kuran dari 20
C. Sama dengan 20
D. Tidak dapat ditentukan
E. Tidak tahu
Sebahagian dari siswa yang tidak mengetahui jawabannya mencoba menggunakan teknik yang lain dalam menjawab pertanyaan. Ketika beberapa siswa ditanyakan “ Berapa 50% dari 20?”, mereka dapat menjawab “10”. Hal ini kadang tidak dimengerti oleh siswa cara mendapatkannya. Tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan jawabannya secara lisan, guru akan mengalami kesulitan dalam mengetahui kesulitan belajar matematika siswa.kesempatan siswa dalam memberikan respon dalam berbagai kedaan dan cara adalah hal yang penting dalam rangka memberikan informasi kepada guru cara terbaik dalam membelajarkan siswa dan memfasilitasi siswa dalam belajar (NCTM, 1989).
Selama dalam sesi interview, beberap siswa yang hanya benar sedikit atau tidak ada sama sekali, mampu menjelaskan tentang arti persen dari skor test misalnya 50% (setengah dari selurunya benar) 87% ( hampir benar semuanya), 110% ( benar semuanyan plus tambahan nilai). Respon ini sangat penting yang memperlihatkan bahwa siswa dapat menggunakan konsep persen dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan paparan di atas, ada dua hal yang dapat membantu guru dalam membuat siswa mengerti tentang konsep persen
1. Guru sekali-kali meminta jawaban dari siswa dengan alasannya, dan menilai pemahaman siswa dari alasannya tersebut.
2. Menggunakan pertanyaan terbuka dalam PR dan test yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan alasan mereka dalam menentukan jawaban dari soal yang diberikan. Tujuannya adalah guru dapat menentukan tingkat pemahaman siswa terhadap suatu konsep matematika.
Informasi yang diberikan dalam studi ini adalah pemahaman siswa tentang konsep persen dengan menggunakan penilaian dari beberapa sumber. Tidak terlalu lama untuk menuliskan instrument yang focus pada alasan siswa yang tujuannya adalah ingin menyeleksi pemahaman siswa terhadap konsep. test ini dilakukan dengan pertanyaan pilihan ganda diikuti dengan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan berbagai informasi dari siswa. Wawancara dan penjelasan siswa akan memberikan informasi kepada guru tentang strategi berfikir siswa. Jadi jika siswa menjawab dengan benar, tidak selalu mereka mengetahuinya.

Awas, "Bom Sosial" dari Sekolah Nasional Plus

Rabu, 8 April 2009 08:38 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kekhawatiran tersebut disampaikan dua hari lalu (Senin/6/4) di acara diskusi publik "Membedah Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional" di Jakarta.
Acara yang digelar oleh Education Forum itu dihadiri oleh para pembicara antara lain Prof. Dr. HAR Tilaar (Guru Besar Universitas Negeri Jakarta), Utomo Dananjaya (Direktur Institute for Education Reform Universitas Paramadina), Romo E. Baskoro P. (Kepala Sekolah SMA Kanisius), Darmaningtyas (Taman Siswa), serta M. Fajri Siregar (Peneliti SBI Universitas Indonesia).Diskusi diawali dengan paparan hasil penelitian sosiologi M.Fajri Siregar di beberapa Sekolah Nasional Plus di Jakarta. Fajri menyoroti, kurikulum dan materi pelajaran terkesan tidak terkontrol oleh pemerintah. Selain memakai kurikulum nasional, sekolah-sekolah nasional tersebut juga mengadopsi kurikulum internasional. Bahkan, pengajarnya lebih banyak warga negara asing, termasuk penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.Bukan hanya itu. Kekhawatiran terbesar Fajri adalah munculnya dampak panjang sosial budaya dan nasionalisme pada anak-anak Indonesia. Para siswa begitu minim pengetahuan sosial dan budaya Indonesia, nilai-nilai historis dan nasionalisme, serta sikap individualisme yang begitu tinggi. "Kurikulum sekolah menyiapkan mereka sebagai warga dunia atau sebagai komunitas internasional, sebaliknya nilai-nilai keIndonesiaan tidak ditanamkan," ujar Fajri.Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, Prof.Dr. HAR Tilaar mengamini temuan Fajri tersebut. Tilaar bahkan mengecam keras sikap pemerintah yang telah berperan besar bagi menjamurnya sekolah-sekolah tersebut.
"Pemerintah belum memiliki landasan hukum yang jelas bagi penyelenggaraan sekolah nasional plus ini," tukas Tilaar. Menurutnya, itu berarti pemerintah tidak percaya terhadap sistem pendidikannya sendiri, yaitu pendidikan nasional yang bisa bersaing secara global dengan negara lain.
Nyatanya memang begitu. Kebijakan pemerintah justru mendorong bermunculannya sekolah-sekolah negeri bertaraf internasional dan berbiaya besar ini. "Seharusnya pemerintah memperkuat sistem pendidikan kita sendiri, bukan sebaliknya menciptakan sistem pendidikan berkelas-kelas yang akan menciptakan bom sosial kelak di kemudian hari," tandas Tilaar.
Sejauh ini, keberadaan sekolah nasional plus hanya merujuk pada UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Beberapa contoh sekolah nasional plus yang ada di Jakarta itu misalnya Sekolah Pelita Harapan, Sekolah Raffless Internasional, Sekolah High Scope dan masih banyak lagi tersebar di Jakarta.

Ternyata Teori behaviorisme membuat pembelajaran menjadi menarik

Teori behaviorisme adalah teori yang menekankan pada prilaku individu. Inti teori ini adalah stimulus respon. Tokoh-tokoh dalam teori ini adalah Edward Lee Thorndike (1874-1949) dengan tiga hokum belajarnya yaitu hukum kesiapan, hukum latihan dan hukum pengaruh, Ivan Petrovich Pavlo (1849-1936) dengan teori pengkondisian klasiknya, Skinner dengan operan condition dan lain-lain . Aplikasi teori behaviorisme dapat ditemukan dalam managemen kelas, penggunaan music, senam belajar, display dalam kelas dan teknik dalam pencatatan

Kata Kunci: Behaviorisme, Managemen Kelas, Senam Belajar, Penggunaan Musik , Display dalam kelas, Teknik pencatatan
1. Aplikasi dalam Pembelajaran
Ada banyak aplikasi teori behaviorisme yang masih dianggap relevean pada saat ini yaitu:
a. Alplikasi dalam Managemen Kelas
Dalam pembelajaran, management kelas merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan dalam pembelajaran. Kekacauan dalam managemen kelas, mengakibatkan tujuan pembelajaran yang ingin di capai tidak berhasil atau terhambat.
Ada beberapa fungsi dari managenen kelas yang jika dikaji lebih dalam, merupakan penerapan dan pengembangan dari teori Pengkondisian Behaviorisme.
Fungsi fungsi tersebut adalah:
• Menciptakan suasana positif
• Menentukan tujuan bersama
• Menentukan prinsip, prosedur, dan aturan bersama
• Meningkatkan minat dan keyakinan belajar
• Mengelola alat bantu
• Musik dan belajar
• Mengatur lingkungan (Enriched environment)
• Pengaturan bangku
Tentu saja fungsi ini berlaku untuk semua pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran matematika.
b. Aplikasinya dalam music
Dari banyaknya penelitian yang dilakukan oleh para ilmuan tentang music, terutama music klasik, didapatkan beberapa temuan bahwa music klasik dalam memaksimalkan pembelajaran. Gallahue (Nurita Putransti:2009), mengatakan ”Rithme, melodi, dan harmoni dari musik klasik dapat merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan belajar anak. Melalui musik klasik anak mudah menangkap hubungan antara waktu, jarak dan urutan (rangkaian) yang merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk kecakapan dalam logika berpikir, matematika dan penyelesaian masalah”.
Penggunaan music yang tepat dalam pembelajaran, siswa akan dikondisikan dalam keadaan nyaman , bersemangat dan antusian dalam belajar. Semua ini tergantung pada kemampuan guru dalam memilih music yang tepat dalam pembelajaran.
Music juga dapat digunakan dalam tujuan tertentu misalnya dalam mengawali pelajaran, menanadai materi yang sangat penting, memberikan relaksasi, menjadi pembatas dalam pembelajaran, iringan dalam permainan dalam belajar, iringan untuk refleksi anak, dan tentu saja dapat digunakan dalam mengakhiri pembelajaran.
Walaupun demikian, hal yang perlu dicatat tentang penggunaan music dalam pembelajaran adalah tidak semua siswa mampu konsentrasi dalam pembelajaran jika menggunakan music. Jadi perlu diadakan survey terhadap peserta didik sebelum menggunakan music dalam pembelajaran.
c. Aplikasinya dalam senam belajar
Setiap siswa memiliki tiga modalitas belajar dalam dirinya. Namun ada modalitas yang menonjol dalam setiap individu, sehingga siswa akan mudah menerima pelajaran jika sesuai dengan modalitasnya.
Akan tetapi, tidak berarti bahwa jika materi diberikan dalam bentuk yang tidak sesuai dengan modalitasnya, tidak dapat dicerna sama sekali. Bahkah dengan pemberikan materi dengan menggabungkan ketiga modalitas tersebut, menjadikan siswa belajar dengan hasil yang lebih baik dibandingkan jika menggunakan satu modalitas saja.
Senam belajar merupakan salah satu cara untuk membuat siswa mengakitfkan ketiga modalitasnya tersbut. Senam belajar yang dimaksudkan adalah, senam yang disesuaikan dengan pelajaran, adala contoh dari guru, ada music pengirim, dan ada ucapan yang harus diucapakan oleh siswa.
Senam belajar juga membuat siswa rileks, senang, santai dan mudah mengingat informasi yang diberikan. Senam belajar juga sudah digunakan dalam berbagai pelatihan-pelatihan motivasi. Sebagai contoh senam belajar yang dilakukan dalam pelajaran matematika untuk mengingat rumus aturan cosines yang diadakan di kelas XII IPA SMA YPS Soroako ( Tidak dipublikasikan)
Hal yang perlu di catat dalam penggunaan senam belajar adalah, sebelum melakukan senam, siswa terlebih dahulu diberikan pemahaman tentang tujuan dari senam belajar ini sebagai wadah untuk mengingat informasi.
d. Aplikasinya dalam tampilan kelas
Display dikelas merupakan salah satu wadah untuk mengkondisikan siswa selalu ingat akan konsep yang telah diajarkan, memberikan motivasi, sebaga ajang unjuk kemampuan diri dengan menyelesaikan masalah pembelajaran yang diajukan dalam display dan sebagainya.
Menurut Ahmad fikri dalam situ sahabat guru.wordpress.com, tujuan dari display adalah
1. Sebagai tempat menempel berbagai jenis hasil pekerjaan atau karya siswa.
2. Sebagai bentuk penghargaan atas upaya yang telah dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan sebuah tugas atau pekerjaan.
3. Meningkatkan motivasi siswa, karena betapapun kualitas kerja yang dihasilkan akan mendapatkan kesempatan yang sama untuk dapat dipajang.
4. Memberikan informasi, baik yang bersifat umum, seperti poster atau slogan, maupun yang terkait dengan pembelajaran, seperti bagan/chart/grafik, langkah kerja/rumus, dsb.
5. Sebagai hiasan yang dapat memperindah suasana kelas.
6. Sebagai bahan evaluasi bagi guru dan siswa serta orang tua melalui tampilan/pajangan yang tertera pada papan display. Misalnya bagi guru,, melalui pajangan siswa dapat secara langsung melihat kualitas kerja siswa dibandingkan dengan kompetensi yang harus diraihnya, sedangkan bagi siswa, ia dapat mengukur posisi hasil pekerjaannya dibanding dengan teman-teman lainnya. Sementara bagi orang tua, dapat secara langsung pula melihat kemajuan putra/i dalam meningkatkan kualitas kerja.
7. Karena seringkali papan display juga dianggap sebagai semi portofolio, maka display juga bertujuan menampilkan hasil kekayaan kelas ybs.
CARA MENDISPLAY
1. Semua hasil karya atau hasil belajar siswa yang berkatagori produk tanpa terkecuali harus mendapat kesempatan yang sama untuk didisplay.
2. Setiap hasil karya harus mendapat sentuhan akhir (finishing touch) dari guru terutama bagi siswa kelas 1 dan 2 hal ini dimaksudkan untuk membrikan contoh kepada siswa akan pentingnya sentuhan akhir dalamsebuah produk atau karya, sementara kelas 3 – 6 sudah harus dapat melakukan sentuhan akhir sendiri. Misalnya diberi hiasan tepi, diwarnai ataupun diberi montase/tempelan hiasan.
3. Hasil karya siswa disusun sedemikian rupa sehingga memiliki nilai artistik atau seni, minimal enak untuk dilihat.
4. Upayakan rentang waktu display tidak lebih dari 2 pekan (dapat pula sesuai kebutuhan) prinsipnya adalah hindari kebosanan yang diakibatkan oleh display kelas yang tak pernah diganti dalam jangka waktu yang lama
5. Bentuk hasil karya harus bervariasi
e. Aplikasinya dalam membuat catatan pembelajaran
Sejak dari dulu, pelajar dan guru mencatat matematika dengan monoton, tidak ada variasi sama sekali, menjelaskan konsep dan penyelesaian matematika dengan menggunakan media papan tulis dengan menggunakan pola tertentu yaitu dengan menguraikan dari atas ke bawah.
Begitu pula dengan pelajar, mereka mencatat hasil penjelasan dari gurunya dengan pola yang sama, mereka juga mencatat dari hasil penjelasan dari guru yang ada di papan tulis apa adanya, sehingga kadang ada hal-hal yang diungkapkan oleh guru, pelajar tidak menuliskan dalam catatan, sehingga jika pelajar membaca kembali catatannya, kadang mereka sendiri tidak mengerti apa yang mereka tuliskan.
Faktor lainnya adalah pengaruh otak kanan yang selalu berfikir tidak linear, pada saat pelajar mencatatan apa adanya di papan tulis , otak kanan dari pelajar tidak terlibat, sehingga catatan tersebut tidak berkesan, akibatnya kadang kala pelajar tidak tahu apa yang dia tulis.

Sabtu, 04 April 2009

Mengatasi kesulitas siswa dalam belajar metematika dengan mengajarkan Teknik mencatat

1. TEKNIK PENCATATAN “TULIS KOMENTAR”
Teknik ini adalah adopsi dari teknik catatan TS dari buku kuantum Learning karya Boby de Porter yang diidekan oleh Corner dan sudah digunakan diberbagai Negara dalam pembelajaran dalam kelas. Teknik ini dilakukan dengan membuat dua kolom untuk mengakomodasi otak kiri dan otak kanan
Kolom pertama yang berisi penjelasan atau pengerjaan soal yang ditulis secara sistematis, logis, runtut dan analitis sesuai dengan penjelasan dengan dari guru atau pengerjaan pelajar sendiri. Sehingga kolom pertama ini melibatkan kemampuan dari otak kiri yang berfikir secara logis, sistematis, sekuensial dan analitis.
Kolom kedua berisi komentar tentang Perasaan, alasan dan hal lain yang terlintas dalam fikiran tentang hal yang tidak dimengerti. Kolom ke dua menuntut pelajar untuk mengetahui tingkat pemahaman tentang materi yang diberikan oleh guru yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan dalam bahasa yang tidak formal. Kreatifitas pelajar juga dibutuhkan dalam memberikan tanda dan komentar unik untuk menadai hal yang dianggap penting oleh pelajar. Dengan demikian dapat kita mengerti bahwa pada kolom ke dua pelajar melibatkan otak kanan yang berfikir secara kreatif, tidal linear dan melibatkan ide-ide yang bersifat abstrak termasuk perasaan.
Kelebihan-kelebihan dari teknik pencatatan ini adalah
a. Melibatkan perasaan dalam belajar matematika yang memudahkan pelajar mengingat informasi yang diberikan.
b. Pelajar dapat mengevaluasi dirinya sendiri apakah ia memahami konsep yang diajarkan oleh guru dengan benar.
c. Pelajar dapat dengan mudah mempelajari kembali catatanya karena semua jelas disana dan suasana emosinya pada saat itu dapat kembali berulang sehingga mudah mengingat kembali apa yang telah dipelajari
d. Pelajar dapat dengan mudah memberikan pertanyaan kepada guru tetang hal-hal yang belum di mengerti, karena jelas tercantum dalam catatan tersebut
e. Pelajar dapat mengetahui kelemahan-kelemahan apa yang ia punyai tentang konsep dasar yang mendasari materi tersebut.
f. Pelajar dapat melakukan diskusi dengan temannya dengan patron yang jelas yang sudah tercantum dalam catatan TK pelajar.
g. Guru dapat mengevalusi diri dan megevaluasi pelajar tentang metode dan strategi pembelajaran yang telah diterapkan ke pelajar
2. CARA MELAKUKAN TEKNIK PENCATATAN “TULIS KOMENTAR”
a. Pelajar menyipakan 2 jenis warna bolpoin atau pesil berwarna serta stabile
b. Pelajar membuat 2 kolom
c. Kolom kir I diberikan judul jawaban dan kolom kanan diberikan judul alasan dan perasaan
d. Disebelah kiri pelajar mengisi dengan penjelasan dari guru atau jawaban atas soal-soal yang diberikan oleh guru, dan disebelah kiri dituliskan tentang asosiasi dengan sesuatu, perasaan, alasan, pertanyaan tentang hal yang tidak diketahui
e. Akan lebih baik jika Pelajar menandai bahagian di sebelah kiri dengan melingkari dengan warna yang berbeda, atau dengan menstabilonya kemudian memberikan tanda panah yang diarahkan pada kolom kanan untuk hal khusus yang perlu penjelasan lebih detail
f. Pelajar dapat membuat symbol, pada kolom kiri dan menuliskan perasaannya pada kolom kanan seperti perasaan bosan, bingun dan sebagainya
g. Pada akhir pembelajaran pelajar diberikan waktu selama 2 menit untuk melihat sekilas tentang catatan yang telah dibutnya, lalu menandai dan menonjolkan fakta yang penting, dan memberikan symbol pada materi yang ia mengerti dengan symbol bintang misalnya.